Rabu, 09 Maret 2016

Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Jawa: ꦯꦿꦶꦮꦶꦗꦪ; Thai: ศรีวิชัย atau "Ṣ̄rī wichạy") adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.[1][2] Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan",[2] maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.[3][4] Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.[5] Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan[2] di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.[6]

Setelah jatuh, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d'Extrême-Orient.[7]

Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabaj[11] dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.[2] Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.

Pada tahun 1079 dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar pada Cina.[59] Khususnya pada tahun 1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi Cina.[59] Ini menunjukkan bahwa ibu kota Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota maupun kota lainnya selama periode tersebut.[59] Ekspedisi Chola mengubah jalur perdagangan dan melemahkan Palembang, yang memungkinkan Jambi untuk mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada abad ke-11.[60]

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi[61] yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; Si-lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Ts'ien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi), dan Sin-t'o (Sunda).[6][13]

Namun, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya. Dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut, ternyata adalah wilayah jajahan Kerajaan Dharmasraya. Walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai kerajaan yang berada di kawasan Laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah disebutkan Malayu. Kitab ini mengisahkan bahwa Kertanagara raja Singhasari, mengirim sebuah ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa di Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang Roco. Peristiwa ini kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu juga dalam Nagarakretagama yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit, juga sudah tidak menyebutkan lagi nama Sriwijaya untuk kawasan yang sebelumnya merupakan kawasan Sriwijaya.

Para Maharaja Sriwijaya

Tahun Nama Raja Ibukota Prasasti, catatan pengiriman utusan ke Tiongkok serta peristiwa
671 Dapunta Hyang atau
Sri Jayanasa Srivijaya
Shih-li-fo-shih

Catatan perjalanan I Tsing pada tahun 671-685, Penaklukan Malayu, penaklukan Jawa
Prasasti Kedukan Bukit (683), Talang Tuo (684), Kota Kapur (686), Karang Brahi dan Palas Pasemah

702 Sri Indrawarman
Shih-li-t-'o-pa-mo

Sriwijaya
Shih-li-fo-shih

Utusan ke Tiongkok 702-716, 724
728 Rudra Vikraman
Lieou-t'eng-wei-kong

Sriwijaya
Shih-li-fo-shih

Utusan ke Tiongkok 728-742
743-774 Belum ada berita pada periode ini
775 Sri Maharaja Sriwijaya Prasasti Ligor B tahun 775 di Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand dan menaklukkan Kamboja
Pindah ke Jawa (Jawa Tengah atau Yogyakarta) Wangsa Sailendra mengantikan Wangsa Sanjaya
778 Dharanindra atau
Rakai Panangkaran Jawa Prasasti Kelurak 782 di sebelah utara kompleks Candi Prambanan
Prasasti Kalasan tahun 778 di Candi Kalasan

782 Samaragrawira atau
Rakai Warak Jawa Prasasti Nalanda dan prasasti Mantyasih tahun 907
792 Samaratungga atau
Rakai Garung Jawa Prasasti Karang Tengah tahun 824,
825 menyelesaikan pembangunan candi Borobudur

840 Kebangkitan Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan
856 Balaputradewa Suwarnadwipa Kehilangan kekuasaan di Jawa, dan kembali ke Suwarnadwipa
Prasasti Nalanda tahun 860, India

861-959 Belum ada berita pada periode ini
960 Sri Udayaditya Warmadewa
Se-li-hou-ta-hia-li-tan

Sriwijaya
San-fo-ts'i

Utusan ke Tiongkok 960, & 962
980 Utusan ke Tiongkok 980 & 983: dengan raja, Hie-tche (Haji)
988 Sri Cudamani Warmadewa
Se-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa

Sriwijaya
Malayagiri (Suwarnadwipa) San-fo-ts'i

990 Jawa menyerang Sriwijaya, Catatan Atiśa,
Utusan ke Tiongkok 988-992-1003,
pembangunan candi untuk kaisar Cina yang diberi nama
cheng tien wan shou

1008 Sri Mara-Vijayottunggawarman
Se-li-ma-la-pi

San-fo-ts'i
Kataha

Prasasti Leiden & utusan ke Tiongkok 1008
1017 Utusan San-fo-ts'i ke Tiongkok 1017: dengan raja, Ha-ch'i-su-wa-ch'a-p'u
(Haji Sumatrabhumi (?)); gelar haji biasanya untuk raja bawahan
1025 Sangrama-Vijayottunggawarman Sriwijaya
Kadaram

Diserang oleh Rajendra Chola I dan menjadi tawanan
Prasasti Tanjore bertarikh 1030 pada candi Rajaraja, Tanjore, India

1030 Dibawah Dinasti Chola dari Koromandel
1079 Utusan San-fo-ts'i dengan raja Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) ke Tiongkok 1079 membantu memperbaiki candi Tien Ching di Kuang Cho (dekat Kanton)
1082 Utusan San-fo-ts'i dari Kien-pi (Jambi) ke Tiongkok 1082 dan 1088
1089-1177 Belum ada berita
1178 Laporan Chou-Ju-Kua dalam buku Chu-fan-chi berisi daftar koloni San-fo-ts'i
1183 Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa Dharmasraya Dibawah Dinasti Mauli, Kerajaan Melayu, Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand
Warisan sejarah

History of gobog

Memang koin yg menyimpan cerita dan Sejarah sangat menyenangkan dan membuka wawasan juga gambaran Sejarah dan Budaya masa Lalu ...

Dari sedikit koin dan gobog yg saya miliki , belajar Dari simbol simbol masa Lalu ...

Saya mendapatkan gambaran bahwa kerajaan sriwijaya banyak mendapat pengaruh Dari Bangsa cina Han yg kalah dan digulingkan oleh dinasti cina yg baru ... Dan Dalam pelarian keluarga kerajaan dan bangsawan dinasti Han , saya perkirakan mereka sampai disumatera pada abad ketiga ... Dan mulai membaur dengan Budaya lokal dan penyebaran Budaya cina juga kepercayaan Buddha .... Dan menjadikan kerajaan sriwijaya sebagai kerajaan maritim yg Besar dan Kuat ...

Pada mulanya gobog adalah Uang. / Alat barter untuk berniaga dan semacam prasasti /  comerative coin untuk mencatat kejadian / Sejarah. Besar ...

Dan umumnya kejadian dikalangan keluarga  Istana dan kerajaan

Seiring dengan perjalanan waktu gobog juga dijadikan semacam jimat untuk keberuntungan dan keselamatan ...adalah Karena pada awalnya yg memegang gobog adalah orang yg dilindungi Oleh dinasti yg membuat /mengeluarkan gobog tersebut , dan juga gobog tersebut nilainya sangat Besar Jika ditukar dengan Uang yg berlaku saat itu Seperti Ma , pitis atau kepeng ...

Semakin Besar diameter gobog itu Semakin Besar juga kasta ataupun derajat pemiliknya / orang yg memegangnya .

Gobog juga sebagai tanda pengenal baik suatu dinasti ataupun kelompok / perkumpulan ....

Dari simbol simbol dalam gobog kita bisa mengetahui fungsi dan kegunaannya juga dapat memperkirakan pada masa dinasti mana gobog itu dibuat dan digunakan

Sejak jaman kerajaan sriwijaya hingga jaman Majapahit ,dan kesultanan gobog dibuat dan digunakan dengan berbagai fungsi dan kegunaannya ... Baik sebagai comerative coin ataupun prasasti dan juga legenda / cerita rakyat agar kita tidak lupa Sejarah nenek moyang dan Budaya nusantara
Juga filosofi dan kehidupan

Dan sampai sekarang beberapa gobog terus dicetak ulang dan berfungsi sebagai jimat juga souvenir

Banyak dari kita tidak menghargai Budaya dan peninggalan Sejarah Bangsa kita sendiri , dan Malah Negara lain lebih menghargainya , Sehingga banyak. Artifak gobog akhirnya habis terjual keluar Negeri , beberapa diantaranya adalah inggris Malaysia dan China yg sangat menghargai benda purbakala dan bersejarah ....

Sehingga tidak Heran Jika Bangsa lain lebih tau sejarah Bangsa , ketimbang kita sendiri ...

Untuk itu saya dan beberapa teman berusaha menjaga dan melestarikan pusaka Bangsa ini agar dapat menjadi warisan budaya dan sejarah bangsa .

Sebagai wujud rasa Cinta tanah air Nusantara ...

Ensiklopedia

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Majapahit

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dharmasraya

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dharmawangsa_Teguh

Sir Thomas Stamford Raffless adalah orang yang pertama kali menulis tentang koin Gobog Wayang, sewaktu menduduki posnya sebagai Gubernur Jendral Inggris di Jawa tahun 1811-1816. Setelah Jawa diserahkan kembali kepada Belanda, Raffles pulang ke Inggris, dimana pada tahun 1817 beliau menerbitkan bukunya yang sangat termasyur “The History of Java”. Selain penggemar seni, Raffles adalah seorang kolektor mata uang. Bersama kepulanganya ke Inggris ikut dibawa wayang Raffles masih dapat dilihat di British Museum, London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar